Ketua HMI Cabang Wajo, Risna Haris |
KLIKSULSEL.COM, WAJO - Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Wajo, mengkritik salah satu Tim Sukses PÀMMASE yang kerap membagi-bagikan bantuan sembako kepada masyarakat dengan kedok bantuan kemanusiaan atau sosial saat menjelang Pilkada Wajo 27 Juni 2018 mendatang.
Hal itu dia kemukakan menyikapi maraknya aksi bagi-bagi sembako yang dilakukan oleh tim sukses salah satu paslon di Pilkada Wajo.
Menurut Ketua HMI Cabang Wajo, Risna Haris, menyebut bahwa cara-cara Tim Sukses, salah satu paslon yakni PAMMASE semestinya tidak melakukan hal demikian karena, merupakan cara yang tidak mendidik dan merusak tatanan demokrasi.
“Saya kira ini bentuk ketidakpercayaan diri dari kandidat calon bupati/wakil bupati dalam menghadapi kontestasi Pilkada 2018. Jika petarung sejati, maka jadikan momentum pilkada bertarung dengan cara-cara yang cerdas, mendidik, dan mengkampanyekan gagasan dan ide cerdas untuk Wajo,” ungkapnya.
HMI mengingatkan kepada seluruh komponen masyarakat agar tidak terpengaruh kepada bakal calon yang hobby membagi-bagi sembako maupun iming-iming lainnya karena resiko hukum sangat berat baik kepada pemberi maupun kepada penerima.
Risna menjelaskan, sanksi bagi pemberi dan penerima politik uang seperti itu diatur dalam UU Nomor 10 tahun 2016 tentang pemilihan gubernur, bupati, dan wali kota, serta kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Ia mengatakan, dalam UU Nomor 10 Tahun 2016, Pasal 187 A ayat (1) menyebut, setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada warga negara Indonesia baik secara langsung ataupun tidak langsung untuk mempengaruhi pemilih agar tidak menggunakan hak pilih, menggunakan hak pilih dengan cara tertentu sehingga suara menjadi tidak sah, memilih calon tertentu, atau tidak memilih calon tertentu sebagaimana dimaksud pada Pasal 73 Ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 36 (tiga puluh enam) bulan dan paling lama 72 (tujuh puluh dua) bulan dan denda paling sedikit Rp 200.000.000 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000 (satu miliar rupiah).
Ayat (2) Pidana yang sama diterapkan kepada pemilih yang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menerima pemberian atau janji sebagaimana dimaksud pada Ayat (1).
"Sementara itu dalam KUHP juga dengan tegas mengancam menjatuhkan hukuman kepada pemberi dan penerima suap maupun pemberian lainnya," ungkapnya.
Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Wajo, mengkritisi pasangan Calon yang kerap membagi-bagikan bantuan Sembako kepada masyarakat dengan kedok bantuan kemanusiaan atau sosial saat menjelang Pilkada Wajo 27 Juni 2018 mendatang.
Hal itu dia kemukakan untuk menyikapi maraknya aksi bagi-bagi sembako yang diduga telah dilakukan oleh tim sukses salah satu paslon di Pilkada Wajo.
Menurut Ketua HMI Cabang Wajo, Risna Haris, semestinya tidak melakukan hal demikian, karena itu merupakan cara yang tidak mendidik dan dapat merusak tatanan demokrasi.
“Saya kira ini bentuk ketidakpercayaan diri dari kandidat calon bupati/wakil bupati dalam menghadapi kontestasi Pilkada 2018. Jika petarung sejati, maka jadikan momentum Pilkada bertarung dengan cara-cara yang cerdas, mendidik, dan mengkampanyekan gagasan dan ide cerdas untuk Wajo,” ungkapnya.
HMI mengingatkan kepada seluruh komponen masyarakat agar tidak terpengaruh kepada bakal calon yang hobby membagi-bagi sembako maupun iming-iming lainnya karena resiko hukum sangat berat baik kepada pemberi maupun kepada penerima.
Risna menjelaskan, sanksi bagi pemberi dan penerima politik uang seperti itu diatur dalam UU Nomor 10 tahun 2016 tentang pemilihan gubernur, bupati, dan wali kota, serta kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Ia mengatakan, dalam UU Nomor 10 Tahun 2016, Pasal 187 A ayat (1) menyebut, setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada warga negara Indonesia baik secara langsung ataupun tidak langsung untuk mempengaruhi pemilih agar tidak menggunakan hak pilih, menggunakan hak pilih dengan cara tertentu sehingga suara menjadi tidak sah, memilih calon tertentu, atau tidak memilih calon tertentu sebagaimana dimaksud pada Pasal 73 Ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 36 (tiga puluh enam) bulan dan paling lama 72 (tujuh puluh dua) bulan dan denda paling sedikit Rp 200.000.000 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000 (satu miliar rupiah).
Ayat (2) Pidana yang sama diterapkan kepada pemilih yang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menerima pemberian atau janji sebagaimana dimaksud pada Ayat (1).
“Sementara itu dalam KUHP juga dengan tegas mengancam menjatuhkan hukuman kepada pemberi dan penerima suap maupun pemberian lainnya,” ungkapnya.
Editor: Abhy