IPPM Pongtiku menggelar aksi unjuk rasa di depan kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Pangkep, Senin (5/8/2019). |
KLIKSULSEL.COM,PANGKEP - Saat menerima aspirasi warga yang didampingi kalangan Ikatan Pemuda Pelajar Mahasiswa (IPPM) Pongtiku, Dewan berjanji akan segera menghadirkan tim appraisal untuk menjelaskan kekisruhan soal harga yang terjadi saat ini.
Bahkan kata Ketua Komisi I DPRD Kabupaten Pangkep Umar Haya, Dewan akan melibatkan sejumlah unsur, baik pihak BPN dan Kepolisian, Senin (5/8/2019).
"Kita akan libatkan semua unsur terkait, agar dalam waktu dekat tim appraisal bisa hadir menjelaskan kepada masyarakat terkait penentuan harga ganti rugi lahan," kata Umar.
Kepala BPN Kabupaten Pangkep, Asmain Tombili yang hadir dalam rapat dengar pendapatan bersama masyarakat yang terkena dampak ganti rugi lahan, seolah-olah lepas tangan dan tak mau terlibat terlalu jauh atas harga ganti rugi lahan masyarakat.
"BPN hanya sebatas fasilitator, kami tidak berhak mengintervensi harga ganti rugi lahan, semuanya kewenangan tim appraisal. Sebagai ketua pelaksana kami hanya menerima laporan harga yang telah dihitung oleh tim Appraisal," akunya.
Disisi lain, salah satu warga Kecamatan Minasatene yang terkena dampak ganti rugi pembebasan lahan rel KA, Kamaruddin mengatakan, pada prinsipnya ia sangat mendukung pembangunan rel kereta api.
Namun, ia meminta kepada pihak yang terkait agar memperhatikan hak-hak dari warga yang lahannya akan dibebaskan. Harga yang telah ditentukan itu sama sekali tidak memenuhi asas keadilan
"Saya mempertanyakan kemana tim Appraisal yang telah dibentuk, sampai harga ditetapkan, saya tidak pernah mengetahui siapa tim appraisalnya bahkan saya dan sejumlah warga yang tanahnya akan dibebaskan itu tidak pernah dilibatkan dalam tawar menawar dalam menentukan harga," ujar Kamaruddin.
Upaya panitia pelaksana pembebasan lahan rel kereta api untuk memperhadapkan masyarakat ke pengadilan merupakan akal-akalan saja, karena hampir semua dari jumlah masyarakat yang terkena dampak ganti rugi lahan itu tidak memiliki sertifikat melainkan hanya SPPT, dan secara hukum itu lemah.
"Cara-cara seperti itu merupakan bentuk perampasan serta penindasan kepada masayarakat, kami berharap pihak terkait menggunakan nuraninya dalam memutuskan harga ganti rugi lahan," harap Kamaruddin.
Laporan: Revi