KLIKSULSEL.COM,MAROS - Pelatihan Kepemimpinan Dasar (PKD) Angkatan I PC GP Ansor Kabupaten Maros, memasuki hari Ketiga, peserta masih tampak antusias mengikuti seluruh rangkaian kegiatan, dari satu materi ke materi lainnya.
Kegiatan PKD Angkatan I GP Ansor Maros, hari ini menghadirkan Sekertaris Pimpinan Wilayah Gerakan Pemuda Ansor Provinsi Sulawesi selatan, Abdul Rahman.
Pemateri kedua hari ini adalah Sahabat Harianto Gatot dengan judul materi, Ke Indonesiaan dan Kebangsaan, ujar Ketua panitia PKD-I GP Ansor Maros, Abustan.
Harianto menjelaskan sejarah kebangsaan Indonesia ketika 14 September 1945, Hadratussyaikh KH Hasyim Asy’ari mengeluarkan fatwa jihad yang mengatakan bahwa membela Tanah Air melawan penjajah hukumnya fardlu ain. Dan umat Islam yang meninggal dalam perjuangan tersebut adalah mati syahid.
Fatwa ini kemudian diikuti Nahdlatul Ulama dengan mengeluarkan Resolusi Jihad di Surabaya pada 22 Oktober 1945 dan di Purwokerto 29 Maret 1946, lanjutnya.
Selain itu, Masyumi (Majelis Syuro Muslimin Indonesia) juga mengeluarkan fatwa serupa pada 7 hingga 8 November 1945 di Yogyakarta, bebernya.
Ketua GP Ansor Kabupaten Kepulauan Selayar periode 2015-2019 melanjutkan, fatwa Hadratussyaikh yang diikuti oleh Resolusi Jihad fi Sabilillah mempunyai efek yang luar biasa terutama untuk perjuangan Indonesia mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Terlebih lagi ketika Arek-arek Suroboyo harus menghadapi serangan Pasukan Sekutu yang dipimpin oleh Inggris dengan Jenderal Mallaby sebagai pucuk pimpinannya yang membawa serta pasukan NICA (the Netherlands Indies Civil Administration).
Dikatakannya, fatwa tersebut diamini oleh para santri dan kiai yang tinggal di beberapa kota atau kabupaten dekat Surabaya dengan berbondong-bondong datang dan ikut berperang melawan Balatentara Inggris dan NICA yang ingin mengambil alih lagi Indonesia usai kekalahan Jepang di Perang Dunia ke dua.
Akibatnya, arek-arek Suroboyo dengan bantuan orasi berapi-api Bung Tomo berhasil menahan Pasukan Sekutu dari bumi Surabaya, tandasnya.
Semangat juang tak menyerah dari para santri dan kiai dalam perang ini membuat sadar pasukan Inggris dan memilih bersikap netral bahkan mendukung kemerdekaan Indonesia, kuncinya.
Inilah peran sejarah yang monumental dari pendiri Nahdlatul Ulama yaitu tokoh sentralnya Allahuyarham Hadratusyekh KH Muhammad Hasyim Asy'ari bersama para santri dan masyarakat bangkit bersama melawan penjajah yang ingin kembali menancapkan kukunya di negeri ini, jelasnya.