KLIKSULSEL.COM,WAJO - Rencana penarikan retribusi untuk Rumah Toko (Ruko) di Pasar Sentral Siwa, Kecamatan Pitumpanua, Kabupaten Wajo oleh Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi (Perindagkop) dan UKM Kabupaten Wajo, mendapat penolakan dari pedagang.
Hal tersebut diungkapkan langsung sejumlah pedagang saat menggelar penyampaian aspirasi di DPRD Wajo, Kamis 4 November 2021, yang dihadiri ratusan pedagang.
Rencana Penarikan retribusi tersebut, dinilai memberatkan pedagang, karena tarifnya terlalu tinggi, yaitu 1 juta rupiah perbulan untuk Ruko yang berada di Jalan Tocamming dan Jalan A. Tinri. 800 ribu rupiah perbulan untuk Ruko yang berada di Jalan Cempedak dan Jalan Tenrisau.
Ketua Pelita Hukum Independent (PHI) Kabupaten Wajo, Sudirman SH. MH, yang mendampingi pedagang, menyebut, kebijakan pemerintah menentukan tarif retribusi tidak berpihak kepada pedagang dan terkesan sewenang-wenang.
Sudirman mempertanyakan indikator yang dipergunakan Dinas Perindagkop Kabupaten Wajo, dalam menentukan status Pasar Sentral Siwa sebagai pasar type A, dengan Ruko kelas 1 dan kelas 2.
“Apa Indikatornya, Dinas Perindagkop menentukan Pasar Siwa dengan status type A. Dan menentukan Ruko di Jalan Tocamming dan Jalan A.Tinri masuk dalam status kelas 1 dengan tarif retribusi 1 juta perbulan, sementara Ruko di Jalan Cempedak dan Jalan Tenrisau masuk dalam status kelas 2 dengan retribusi 800 ribu perbulan,” ujarnya.
Dalam Perda No 1 Tahun 2021 tentang retribusi pasar, lanjut Advokat ini, dijelaskan bahwa status type A sebuah pasar, apabila pedagangnya lebih dari 400 orang, sementara pedagang di Pasar Siwa yang aktif berjualan hanya 200 an orang.
Untuk itu, pedagang Pasar Siwa menolak rencana tarif yang akan diberlakukan pemerintah.
“Kami minta jangan tetapkan tarif secara sepihak tanpa kordinasi dengan pedagang.
Ini masa pandemi, pembeli tidak begitu ramai, masa langsung menentukan tarif retribusi tanpa kordinasi dengan para pedagang,” ujarnya.
Abdul Kadir Nongko, juga menyayangkan kebijakan rencana penarikan retribusi yang dinilainya memberatkan pedagang.
Kadir menyebut kekisruhan ini bukan hanya tanggungjawab pemerintah, tetapi merupakan tanggungjawabnya DPRD Wajo, karena bersama-sama membahas dan mengesahkan Perda ini.
“Ini adalah tanggungjawab bersama antara DPRD dengan Pemerintah Kabupaten Wajo. Bahkan DPRD membentuk Pansus sebelum Perda disahkan,” sebut Kadir.
Kadir juga menyesalkan pihak DPRD Wajo yang tidak menggelar uji publik atau diskusi terbuka dengan para stakheldor sebelum Perda disahkan.
“Harusnya ada uji publik terhadap rancangan Perda, sebelum disahkan,” tegasnya.
Ketua Forum pedagang Pasar Siwa, H. Rukman Nawawi, mengatakan, pedagang Pasar Siwa tidak menolak membayar retribusi, selama tarifnya layak dan wajar.
Mantan wartawan Pedoman Rakyat ini, mengajak pemerintah untuk berdialog sebelum menentukan tarif retribusi.
” Kami tidak menolak membayar, tapi mari kita duduk bersama untuk menentukan tarif retribusi yang tidak memberatkan pedagang,” katanya.
Yang dia sesalkan, kenapa Kadis Perindagkop melakukan sosialisasi hanya kepada 2 pedagang Pasar Siwa tentang pembayaran retribusi. Dan itu dilakukan pada malam hari, tanpa melibatkan pedagang lain.
“Kenapa sosialisinya pada malam hari,” ujar Rukman.
Kepala Dinas Perindagkop Kabupaten Wajo, H. Ambo Mai mengakui jika dirinya memang pernah ke Pasar Siwa memenuhi undangan pedagang kuliner.
Saat itu, dia ungkapkan kepada salah seorang pedagang tentang rencana penarikan tarif retribusi untuk Ruko.
“Saya memang pernah ke Pasar Siwa pada malam hari, untuk memenuhi undangan para pedagang kuliner. Saat itulah saya sampaikan rencana penarikan retribusi tersebut,” jelasnya.
Namun, karena ada aspirasi pedagang hari ini, lanjut Ambo Mai, maka rencana penarikan retribusi akan dibicarakan ulang dengan pihak DPRD.
“Kita akan bicarakan ulang dengan pihak legislatif tentang besaran tarif yang akan diberlakukan di Pasar Siwa,” katanya.
Penerima aspirasi DPRD Wajo, A. Bau Bakti Werang, berjanji akan meneruskan aspirasi pedagang Pasar Siwa ke pimpinan DPRD untuk ditindaklanjuti.
Katanya, penetapan retribusi Pasar Siwa belum final, karena belum ada perbup yang mengaturnya.
Dia juga berterimakasih kepada PHI atas masukan dan pencerahannya terhadap Perda ini.
“Saya merasa hari ini mendapatkan kuliah dari pak ketua PHI, sehingga Perda ini memungkinkan untuk dibahas kembali, kami bukan malaikat, kami juga manusia biasa,” ujarnya.(adv)