KLIKSULSEL.COM, SULTRA -- PT Obsidian Stenlis Still (PT OSS) diduga melakukan upaya penyerobotan lahan warga, tindakan pihak perusahaan tersebut telah dilaporkan Kamriadi sejak tanggal 22 Agustus 2022. Namun hingga saat ini belum ada tindakan pihak kepolisian Sektor Bondoala, Sulawesi Tenggara.
Aslam Fadli, kuasa hukum Kamriadi menjelaskan, kejadian itu berawal bulan Juli 2022 alat berat berupa exvator milik PT OSS yang merupakan anak perusahaan raksasa milik asing yaitu PT Virtue Dragon Nickel Industri (VDNI) melakukan kegiatan pada perbatasan lahan milik orang tua Kamriadi dan melakukan penyerobotan lahan.
"Kita menduga sudah menjadi kebiasaan perusahaan raksasa ini, selalu menggunakan upaya coba-coba untuk menyerobot lahan warga, saat itu operator memasuki lahan korban melakukan penimbunan dan merusak pintu air tambak yang merupakan akses keluar masuknya air tambak warga setempat", kata Aslam Sabtu, 15/04/2023.
Lebih lanjutnya, Aslam menjelaskan, tambak adalah satu-satunya sumber penghidupan warga Kecamatan Kapoiala, Desa Tani Indah khususnya Dusun III. Setelah pelapor melihat kejadian tersebut, maka di sampaikan kepada operator alat berat milik perusahaan agar menghentikan kegiatan di atas lahan tersebut, ironisnya pihak perusahaan sedikit pun tidak merasa bersalah, pasca kejadian itu tidak ada yang datang menemui pemilik untuk menjelaskan alasan di rimbunnya lahan tersebut bahkan sampai pada pengrusakan pintu air.
Berdasrkan itulah tak ada pihak yang merasa bertanggungjawab, Kamriadi anak pemilik lahan mendatangi kantor kepolisian Sektor Bondoala dan membuat laporan dengan bukti surat tanda terima laporan Nomor: 23/VIII/2022/Sek.bondoala tertanggal 22 Agustus 2022 lalu.
"Berbagai upaya korban dalam membangun komunikasi dengan pihak penyidik, sampai bolak balik ke kantor Resort Bondoala, yang tak ada bedanya dengan anggota kepolisian yang bertugas di kantor tersebut, tetapi hingga di rilisnya berita ini, korban belum mendapatkan kepastian hukum," sambung Aslam.
Menurut Aslam, Kamriadi merupakan bagian dari Lembaga Bantuan Hukum Cinta Lingkungan Pencari Keadilan dengan jabatan Deputi Lingkungan Hidup, menghubungi saya sebagai pimpinan dan meminta pendapat atas sikap oknum penyidik yang terkesan abai atas laporan dugaan tindak pidana yang telah memakan waktu 9 bulan, yang mana pada September 2022 pun saya sempat mendatangi Kantor Sektor Bondoala untuk menanyakan perkembangan laporan kader saya.
Usai mendengar keterangan Kamriadi melalu telpon dan pesan pesan WhatsApp, Aslam berpendapat bahwasanya berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (selanjutnya disebut KUHAP) menyatakan bahwa penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.
Penyidikan dilakukan oleh penyidik yang merupakan pejabat polisi negara atau pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan. Sedangkan penyelidikan adalah proses awal sebelum dilakukan penyidikan yaitu serangkaian penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam KUHAP.
Selanjutnya Pasal 31 Peraturan Kepolisian Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pengawasan dan Pengendalian Penanganan Perkara Pidana Di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia (selanjutnya disebut Perkapolri 12/2009) disebutkan bahwa batas waktu penyelesaian perkara ditentukan berdasarkan kriteria tingkat kesulitan atas penyidikan sangat sulit, sulit, sedang, atau mudah. Batas waktu penyelesaian perkara dihitung mulai diterbitkannya Surat Perintah Penyidikan meliputi:
1. 120 (seratus dua puluh) hari untuk penyidikan perkara sangat sulit;
2. 90 (sembilan puluh) hari untuk penyidikan perkara sulit;
3. 60 (enam puluh) hari untuk penyidikan perkara sedang; atau
perkara sedang; atau
4 30 (tiga puluh) hari untuk penyidikan perkara mudah;
Berhubung sudah 9 bulan lamanya, entah bagian mana dari ke-4 poin di atas yang akan di terapkan oleh oknum penyidik yang menangani perkara tersebut, bebernya Aslam.
Tak hanya itu, ia merujuk pada Pasal 13 ayat (1) Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2019 tentang Penyidikan Tindak Pidana (“Perkap 6/2019”), penyidikan dilakukan dengan dasar: Laporan polisi; dan Surat Perintah Penyidikan.
Setelah Surat Perintah Penyidikan diterbitkan, dibuat SPDP. SPDP dikirimkan kepada penuntut umum, korban/pelapor, dan terlapor dalam waktu paling lambat 7 hari setelah diterbitkan Surat Perintah Penyidikan.
" Inikan aneh laporan polisi ada, Penyidik bersama Kanit Intel pun telah mendatangi Tempat Kejadian Perkara. Korban bolak balik ke Kantor Kepolisian Sektor, tanpa di pertimbangkan waktunya yang terbuang, seolah-olah tidak terjadi apa-apa sehingga dari pengalaman saya selama mengadvokasi masyarakat di kawasan industri PT VDNI, kata Aslam, seolah-olah hukum ini milik perusahaan tersebut," ucapnya lagi.
"Apa yang menjadi alasan sehingga saya mengatakan seperti itu, di mana setelah perkara di laporkan, sampai pada pengakuan atas perbuatannya, tetap saja tidak ada yang di tahan. Sungguh miris penegakan hukum dalam di wilayah tersebut. Semua pihak bungkam dengan kekuatan yang super power, siapa yang berani bersuara di mutasi dan sebagainya," jelas Aslam.
Meski itu ia katakan, dirinya akan konfirmasi terkait permasalahan itu ke pihak Polsek tempat melaporkan kejadian tersebut, jika tidak ada tindakan selanjutnya akan menempuh upaya hukum, agar ada sanksi kepada semua pihak yang menjadi terhambatnya penyelesaian perkara ini.
Demikian hasil rilis pers Ketua Umum LBH CLPK kepada media ini.
Laporan: Haeruddin