KLIKSULSEL.COM, LUTIM--PT. Vale Indonesia kembali berkonflik dengan masyarakat di Blok Tanamalia, pasalnya, fasilitas untuk penambangan yang dibawah oleh perusahaan dihadang oleh masyarakat Loeha Raya. Hal ini dinilai bertentangan dengan keinginan masyarakat, konflik tersebut hingga saat ini belum ada titik terang.
Ali Kamri Nawir salah satu tokoh masyarakat di Loeha Raya dengan tegas menyatakan penolakan terhadap aktivitas PT. Vale Indonesia di Blok Tanamalia, penolakan tersebut dengan alasan bahwa wilayah tersebut satu-satunya tempat hidup masyarakat Loeha Raya.
"Tidak ada lagi jalan bagi PT Vale masuk di Loeha Raya. PT Vale seharusnya menggunakan prinsip-prinsip kemanusiaan karena Tanamalia bukan lagi kawasan yang bebas. Kawasan ini adalah satu-satunya tempat hidup masyarakat Loeha Raya. PT Vale jangan merusak kehidupan masyarakat," ungkap Ali Kamri Nawir.
Ali Kamri menilai keterlibatan TNI Polri mengawal aktivitas PT. Vale Indonesia bertentangan dengan tugas dan fungsinya, fungsi aparat keamanan seharusnya menjadi pengayom masyarakat.
"Kami juga meminta kepada aparat keamanan, baik TNI maupun Polri, agar tidak melakukan kegiatan-kegiatan yang menurut kami tidak sesuai dengan fungsi mereka sebagai pelindung masyarakat. Kami melihat aparat keamanan turut mengawal fasilitas ini masuk, bukankah seharusnya mereka melindungi masyarakat," kata Ali Kamri.
Selai itu, Ali Kamri meminta kepada PT. Vale Indonesia untuk segera menghentikan aktivitasnya di Loeha Raya karena mengganggu aktivitas petani.
"Kami berharap PT Vale Indonesia menghentikan segala bentuk aktivitas ataupun niat melakukan eksplorasi karena ini sangat mengganggu aktivitas kami sebagai petani. Kami merasa gelisah, resah, dan was-was. Mereka melakukan intimidasi namun selalu menutup-nutupinya. Kita juga mengetahui bahwa ini bentuk intimidasi yang didukung oleh pemerintah (kehutanan dan aparat negara)." Tambahnya.
Selain Ali Kamri, Hasmah Kaso, seorang perempuan petani dari Loeha Raya mengatakan truk pengangkut bahan bakar ke wilayah perkebunan masyarakat membuat petani dan perempuan resah.
"Kami sebagai petani perempuan resah melihat mobil truk untuk mengangkut bahan bakar masuk ke dalam wilayah masyarakat. Sejak tahun 2023, pasca demonstrasi yang dilakukan masyarakat, PT Vale Indonesia menyampaikan tidak akan ada kegiatan di Blok Tanamalia. Namun sekarang mereka malah mau memasukkan fasilitas di wilayah loeha raya. Ini yang membuat kami resah," kata Hasmah Kaso.
Terakhir, Kepala Divisi Perlindungan Ekosistem Hutan WALHI Sulsel, Zulfaningsih HS menambahkan, PT. Vale Indonesia seharusnya menjalankan kebijakan perusahaan internasional tentang Environmental and Social Governance (ESG).
"Kebijakan perusahaan internasional atau ESG tidak dijalankan oleh PT. Vale Indonesia. Kegiatan eksplorasi yang dijalankan tanpa proses konsultasi publik telah melanggar aturan perusahaan sendiri", Kata Zulfaningsih.
Olehnya itu, Zulfaningsih meminta kepada pemerintah untuk segera melakukan moratorium izin pertambangan Nikel milik PT Vale Indonesia agar tidak tercipta konflik berkepanjangan antara masyarakat dan perusahaan.
"Dengan melihat potensi konflik antara masyarakat Loeha Raya dengan PT Vale Indonesia akan semakin membesar, maka kami meminta kepada pemerintah untuk segera melakukan moratorium izin pertambangan PT Vale Indonesia di Blok Tanamalia", Tutup Zulfaningsih dalam siaran persnya.
Laporan: Haeruddin